Senin, 28 Juni 2010

Perbandingan Undang-undang No. 23 Tahun 1997 dengan Undang-undang No. 32 Tahun 2009

Perbandingan Undang-undang No. 23 Tahun 1997 dengan Undang-undang No. 32 Tahun 2009

1. Dilihat dari Dasar Pertimbangan

Undang-Undang No 23 Tahun 1997
  1. Pasal ayat (1), pasal 20 ayat (1), dan pasal 33 ayat (3) Undang-undang dasar 1945

Undang-Undang No. 32 Tahun 2009
  1. Pasal 20, pasal 21, pasal 28H ayat (1), serta pasal 33 ayat (3) dan ayat (4) Undang- undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  2. Undang –undang No. 23 Tahun 1999 tentang Pengelolaan lingkunagn Hidup.
  3. Peraturan Mentri LH No. 11 Tahun 2008 tentang Persyaratan Kompetensi Penyusun Dokumen AMDAL.
  4. Peraturan Mentri No. 06 Tahun 2008 tentang Tata Laksana Lisensi Komisi Penilai AMDAL.

2. Dilihat dari Tujuan

Undang-Undang No 23 Tahun 1997

Pasal 3 : Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk melanjutkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2009

Pasal 3 : Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan :
  • Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan / atau kerusakan lingkungan hidup
  • Menjamin keselamatan, kesehatan dan kehidupan manusia
  • Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem
  • Menjaga kelestarian fungsi lingkungan jidup
  • Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup
  • Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan
  • Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia
  • Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana
  • Mewujudkan pembangunan berkelanjutan
  • Mengantisipasi isu lingkungna global

3. Dilihat dari Fungsi

Undang-Undang No 23 Tahun 1997

Pasal 14 :
(1) Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, setiap usaha dan/atau kegiatan dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
(2) Ketentuan mengenai baku mutu lingkungan hidup, pencegahan dan penanggulangan kerusakan serta pemulihan daya tampung diatur dalam Peraturan Pemerintah.
(3) Ketentuan mengenai kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, pencegahan dan penanggulangan kerusakan serta pemulihan daya dukungnya diatur dengan peraturan Pemerintah.
Pasal 15 :
(1) Setiap rencana usaha dan/ atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup.
(2) Ketentuan tentang rencana usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , serta tata cara penyusunan dan penilaian analisis mengenai dampak lingkungan hidup ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2009

Pasal 12 :
(1) Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan RPPLH
(2) Dalam hal RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersusun, pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dengan memperhatikan :
a. keberjanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup
b. keberlanjutan produktifitas lingkungan hidup
c. keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat
(3) Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh :
a. Menteri untuk daya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup nasional dan pulau/kepulauan.
b. Gubernur untuk daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup propinsi dan ekoregion lintas kabupaten / kota
c. Bupati/ Walikota untuk daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup kabupaten/kota dan ekoregion di wilayah kabupaten/kota.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam peraturan pemerintah.

4. Dilihat dari Hal- hal Baru

1. Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup

Undang – undang No. 23 Tahun 1997
Pada undang-undang ini tidak dijelaskan mengenai Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup.

Undang – undang No. 32 Tahun 2009

Pasal 42 : (1) Dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan hidup, Pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengembangkan dan menerapkan instrument ekonomi lingkungan hidup.
(2) Instrumen ekonomi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi
b. pendanaan lingkungan hidup
c. insentif dan / atau diinsentif
Pasal 43 : (1) Instrumen perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat (2) huruf a meliputi:
a. Neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup
b. Penyusunan produk domestic bruto dan produk domestik regional bruto yang mencakup penyusutan sumber daya alam dan kerusakan lingkungan hidup.
c. Mekanisme kompensasi/imbal jasa lingkungan antardaerah, dan
d. Internalisasi biaya lingkungan hidup

(2) Instrumen pendanaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b meliputi :
a. dana jaminan pemulihan lingkungan hidup
b. dana penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup , dan
c. dana amanah /bantuan untuk konservasi

(3) Insentif dan/atau disinsentif sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat (2) huruf c antara lain ditetapkan dalam bentuk :
a. pengadaan barang dan jasa yang ramah lingkungan hidup
b. penerapan pajak, retribusi, dan subsidi lingkungan hidup
c. pengembangan system lembaga keuangan dan pasar modal yang ramah lingkungan hidup
d. pengembangan system perdagangan izin pembuangan limbah dan/atau emisi
e. pengembangan system pembayaran jasa lingkungan hidup
f. pengembangan asuransi lingkungan hidup
g. pengembangan system label ramah lingkungan hidup, dan
h. system penghargaan kinerja di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai instrument ekonomi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 dan pasal 43 ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

2. Sanksi Administrasi

Undang-Undang No 23 Tahun 1997

Pasal 25 :
(1) Gubernur/ Kepala Daerah Tingkat I berwenwang melakukan paksaan pemerintahan terhadap penanggung jaawab usaha terjadinya pelanggaran, serta menanggulangi akibat yang ditimbulkan oleh suatu pelanggaran, melakukan tindakan penyelamatan, penanggulangan, dan /atau pemulihan atas beban biaya penanggung jawab usaha dan / atau kegiatan, kecuali ditentukan berdasarkan undang-undang.
(2) Wewenang sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1), dapat diserahkan kepada Bupati/Walikotamadya/Kepala Daerah Tingkat II dengan Peraturan Daerah Tingkat I.
(3) Pihak ketiga yang berkepentingan berhak mengajukan permohonan kepada pejabat yang berwenang untuk melakukan paksaan pemerintahan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Paksaan Pemerintah sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dan ayat (2), didahului dengan surat perintah dari pejabat yang berwenang.
(5) Tindakan penyelamatan, penenggulangan dan /atau pemulihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diganti dengan pembayaran sejumlah uang tertentu.
Pasal 26 : (1) Tata cara penetapan beban biaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (2) dan ayat (5) serta penagihannya ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dibentuk pelaksanaannya menggunakan upaya hokum menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 27 : (1) Pelanggaran tertentu dapat dijatuhi sanksi berupa pencabutan izin usaha dan /atau kegiatan.
(2) Kepala daerah dapat mengajukan usul untuk mencabut izin usaha dan / atau kegiatan kepada pejabat yang berwenang.
(3) Pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan kepada pejabat yang berwenang untuk mencabut izin usaha dan/atau kegiatan karena merugikan kepentingannya.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009
Pasal 76 : (1) Menteri , gubernur, atau bupati / walikota menerapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan.
(2) Sanksi administratif terdiri atas :
a. teguran tertulis
b. paksaan pemerintah
c. pembekuan izin lingkungan ,atau
d. pencabutan izin lingkungan.
Pasal 77 : Menteri dapat menerapkan sanksi administratif terhadap penanggung jawab usaha dan /atau kegiatan jika Pemerintah menganggap pemerintah daerah secara sengaja tidak menerapkan sanksi administratif terhadap pelanggaran yang serius di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 78 : Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 76 tidak membebankan penanggung jawab usaha dan / atau kegiatan dari tanggung jawab pemulihan dan pidana.
Pasal 79 : Pengenaan sanksi administratif berupa pembekuan atau pencabutan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76 ayat (2) huruf c dan huruf d dilakukan apabila penanggung jawab usaha dan /atau kegiatan tidak melaksanakan pelaksanaan pemerintah.
Pasal 80 :
(1) Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 76 ayat (2) huruf b berupa :
a. Penghentian sementara kegiatan produksi
b. Pemindahan sarana produksi
c. Penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi
d. Pembongkaran
e. Penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran
f. Penghentian sementara seluruh kegiatan, atau
g. Tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup
(2) Pengenaan paksaan pemerintah dapat dijatuhkan tanpa didahului teguran apabila pelanggaran yang dilakukan menimbulkan :
a. ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup.
b. dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera diberhentikan pencemaran dan /atau perusakannya ,dan /atau
c. kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera dihentikan pencemaran dan /atau perusakannya.
Pasal 81 : Setiap penanggung jawab usaha dan /atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah dapat dikenai denda atas setiap keterlambatan pelaksanaan sanksi paksaan pemerintah.

Pasal 82 :
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota berwenang untuk memaksa penanggung jawab usaha dan /atau kegiatan untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup yang dilakukannya.
(2) Menteri, gubernur, bupati/ walikota berwenang atau dapt menunjuk pihak ketiga untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang dilakukannya atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.

Pasal 83 : ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif diatur dalam Peraturan Pemerintah.

3. Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup.

Undang-Undang No 23 Tahun 1997

Pasal 30 :
(1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa.
(2) Penyelesaian sengketa luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap tindak pidana lingkungan hidup sebagaiamana diatur dalam undang-undang ini.
(3) Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009
Pasal 84 :
(1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan.
(2) Pilihan penyelesaian sengketa lingkungan hidup dilakukan secara suka rela oleh para pihak yang bersengketa.
(3) Gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dipilih dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar